Mengucapkan

Mengucapkan

Hati seorang Ibu, antara Kasihan, Penyesalan, Kelemahan, Ketegasan, doa dan Rahasia, Sebuah dokumen kesaksian Reformasi Negeri Oleh: Rg Bagus Warsono

Hati seorang Ibu, antara Kasihan, Penyesalan, Kelemahan, Ketegasan, doa dan Rahasia, Sebuah dokumen kesaksian Reformasi Negeri
Oleh: Rg Bagus Warsono
Keputus-asa-an akan perubahan diperlihatkan  oleh puisi Ade Suryani dalam ‘Kalian memang Mengalami Sengsara’ , Ade mengetengahkan suatu kegembiraan di masa Reformsi ini dengan jaminan Bantuan Langsung Tunai yang kemudian menghilang lagi. bagi si miskin, jaminan hidup ini sungguh sangat bermanfaatmenyambung hidup. …//“Ibu terima dana kaum miskin dikala ibu tak memasak”//…, yang mungkin merupakan rekaman pengakuan rakyat miskin akan realisasi amanat undang-undang ini.
Sebuah kegembiraan lainnya adalah perubahan yang justru dialami oleh pribadi, sang ibu hanya dapat mengelus dada, seakan memaafkan bahwa , memang anak-anak (rakyat Indnesia) mengalami kesengsaraan di masa sebelumnya. Ade seakan mengharap untuk memaklumi akan perilaku konsumtif masytarakat.
Apa yang dikatakan Ade Suryani ditegaskan pula oleh Ardi Susanti agar mereka bicara akan apa yang terjadi di masa reformasi yang justru tak sama sekali ada perubahan membaik justrumenjadi-jadi,….//Jangan biarkan mereka mengotori ruang kita
Dengan ambisi murahan yang meraja
Demi menggemukkan hasrat semata//….dalam puisi “Bicaralah Nak”. Seperti juga diungkapkan oleh Tasinah: …//Ribuan orang berkumpul di halaman //Menerjang masuk kantor pos besarLalu melompat pagar Satu-satu mereka dipanggil , senyum si miskin dalam desakan//… (Tasinah, ‘Suatu hari di Kantor Pos Besar’).
Ungkapan kesaksian akan perubahan dratis terjadi di Bekasi yang direkam
Wahyu Ciptadalam:’Membakar Sampah Mie Instan’ :…//Di tempat kami berdiri
Ratusan  pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost  bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
Berhenti//Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin //…

Sus S Hardjono,penyair ini mengungkapkan perjalanan reformasi sendiri yang sampaimengorbankan  nyawa. Lewat
‘Saksi Bisu Jembatan Semanggi’
…//mereka yang tertembak mati
masih ingatkan tentang trisakti
Di bawah kepak Elang//
Menyinggung langit ibumu
Airmatanya saksi bisu sebutir peluru
Bersarang di kepelamu//…
Sebuah penyesalan ibu juga terdapat dalam puisi karya Diana Roosetindaro,  akan hilangnya sebuah wilayah Indonesia yang hilang di atlas Indonesia. “Negeri (yang) Hilang” dan “Hilang dalam Sebuah Atlas” sebuah….//kendaraan tiada henti ini adalah kota yang hina bukan karena perempuan lacur yang tiap siang-malam menjajakan diri// ….dalam penuturannya.Lain pula dengan Dian Hartati dalam ‘Karamah II’ ada sepenggal bait yang menggelitik , …//kusebut namamu tanpa malu meski kuyu wajahmu mencerminkan letih onani anak negri tentang korupsi hukum yg diplesetkan menjadi tontonan abad ini lalu lugas lidahku menyeru sebelem kelu ssiiiiiiikkkkaaaaaaatt... jangan kau loyo lantaran ulah sontoloyo tetap perkasa menjadi Indonesiaku//…. Seakan berkata Indonesia tetap optimis menghadapi semua kejadian di jalannya reformasi ini.

Ini sebabnya ibu kita ingin sekali memberi jalan perjalanan anak negeri …//Ibu lebih suka kau diam dan menulis lagi lembar catatan catatan berikutnya dan sekarang usiamu hampir separuh dari usia ibu, ibu tahu kau sudah melihat sendiri warna hitam putih juga abu abu yang kadang kau temui di liku jalan menuju rumah.//…Gia Setiawati  Gheeah ‘Lembar Cacatan Aisyah’.

Sorotan lain dalam bahasa puisi dilukiskan oleh Hartati dalam’ Semua Pamong Pakai Lencana’ ia menyoroti perilaku pegawai negeri saat reformasi justru malah menjadi-jadi demikian lukisannya :
 …//ibu menunggu
masih ada pamong jujur di kantor ini
tapi dia cuti hari ini
Kantor pemerintahanku
layar monitor di meja menyajikan data//…, dibagian lain Hartati menuliskan
…//maaf hari ini bapak dinas luar
besok pagi boleh ibu kembali
kantor pemerintahanku
bendera berkibar //…

Penyesalan juga diberikan perempuan penyair lainnya seperti puisi berjudul Kerjamu Sia-Sia ini:
…//memahami alam
memperbaiki sejarah dusta
menangkap maling
memberi fakir
Namun setelah 10 tahun gonjang-ganjing
pepesan kosong karena dimakan kucing garong//….Haryatiningsih dalam ,Kerjamu Sia-Sia’.

Sedang Julia Hartini mengungkapkan sebagaimana layaknya memposisikan sebagai seorang ibu yang senantiasa mendoakan anak-anaknya , ….//pada ibu selalu kutasbihkan doa-doamenjadi sempurna rindu menuju kepulangan//(Peristiwa Luka).Begitu juga Mariana Hanafi dalam Elegi Kekosongan Ibu diungkapkannya rasa kasih saying itu: ….// ibu menatap kosong
hatinya pilu,lumpuh
tak lagi mampu mengenali anaknya
dia lupa cara disayangi tapi mampu mengasihi
meski kini keriput menghampirinya
oh ibu,senjamu kini menanti//… Seirama juga ditampilkan oleh Nieranita :
….//Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup//
Berlinag air mata sang ibu
Malu lihat kebusungan dada para buntutnya
Wajah terpasang memelas
Di belakang seringai sinis  mulai Nampak
Menghina tanpa merajuk’’//…(Puisi untuk Anak Bangsa)

Jakarta Gelanggang Demonstrasi karya Sri Sunarti Basuki:
…//Ibu kota wajah Indonesia
Demo wajah Jakarta
Ingat Jakarta ingat demonstrasi
Karena Jakarta Ibukota Wajah Indonesia
Hari ini gelanggang sepi tapi
besok Demontran ke gelanggang Jakarta
Hari ini polisi bisa minum kopi dan sarapan pagi//…
Sebaliknya Putri Akina menganggap reformasi hanya isapan jempol belaka seperti dalam “TeriakanLirih”//Sengit mentari memancar di atas awan , Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup; Juga pada puisi lain menuturkan :
…//Ternyata Indonesia dulu dan sekarang sama
tak ada merubah warna
tak ada merubah cuaca
tak ada tawa
lelucon belaka
guyon nasional
humor basi tadi malam//….(Rofiah Ros dalam  ‘Mereka lupa dikasih Uang Ibu).

Di tempat lain dalam masa reformasi Indonesia itu Wahyu Cipta mengumpamakan seperti ‘Membakar Sampah Mie Instan’
…//Di tempat kami berdiri
Ratusan  pabrik dan ribuan orang Bekasi
Menjadi ibu kost  bagi buruh Indonesia
Lalu macet sore hari jelang mesin pabrik
berhenti
Di tempat kami berdiri corong pabrik berasap dan suara mesin //…


….//Aku meyakini, ialah rangkuman peristiwa tentang cinta Terkemas menjelma uban ….// keriput dan langkah renta
Pada alur tangan, tempat takdir diletakkan
Lalu perlahan kau melewati
Dengan ketabahan ungu Tanpa gerutu,,
Sekalipun luka nyenyak,, di dadamu yang sajak,
Mak,//…(Seruni uniedalam Pulang).

Keadaan ini ditegaskan leh Wulan Ajeng Fitriani dalam ‘Jujur Tlah Dikubur’
//Ibupun ternganga
Tak menyangka
Hidup seberapakah kita di alam fana?
Mengapa tikus-tikus liar itu masih berdiri tegak disana?
Bagai pembantu yang menilap uang majikannya
Nampak kacang yang lupa kulitnya
Mengendap – endap mengambil jatah rakyat
Menilap rizki umat//….

Akhirnya sebuah dokumen kesaksian ibu di era reformasi ini ditiutup dengan …//Ibu izinkan pulang kerahimmu sebab takutgigil dan lapar menelan kutukmu.//…. Dyah Setyawati , katanya dalam ‘Pesan Rakyat Kepada wakil Rakyat’.


Rg Bagus warsono

Gia Setiawati Gheeah : LEMBAR CATATAN AISYAH

Gia Setiawati  Gheeah

 LEMBAR CATATAN AISYAH

Cha, pagi ini letakkan matamu di rak lemari depan kamar. akan ibu simpan ketika pulang dari pasar. dan bangun sebelum embun embun gugur dari daun. membawa pagi pergi. sebelum semerbak melati benar benar tercium oleh tidurmu

Cha, jika kau bangun segeralah berseragam. jangan lupa bekal yang ibu simpan waktu malam. Selalu kau kenali ditiap harian. sebelum kau kemasi ceceran tinta yang tumpa di catatan akhir malam. Bawa setelah kaun bangun sebab lembar lembar itu akan menjadi matahari. Memijari sepanjang jalan. Penuh tanda larangan dan tanda hati hati. kau harus lebih sabar dari ibu, lebih tegar dari matahari yang tiada henti menemani. juga lebih harum dari melati yang kau sirami air wudhu tiap pagi karna ibu tahu kekuatan itu selalu lahir dari lembar lembar itu

Cha, ibu slalu tahu. kau suka bermain dengan anak anak sebayamu yang duduk di emperan jalan. mereka menunggu hari hari tergelinjir di wajah kusam mereka atau pada debu-debu yang menempel di mobil mewah. kau selalu bercerita tentang tempat tinggal yang katamu bukan rumah. bukan tembok. bukan atap. juga bukan halaman yang sejuk kecuali sepenuh ikhlas yang masih mawar  terus mekar di raut mereka. lalu kau letakkan senyum itu di depan pintu rumah, di halaman, di kamar bahkan di meja makan juga pada selember kertas yang jadi kebiasaan

Akhirnya kau begitu suka menabung meski tabungan itu selalu  tak menjadi boneka kesukaanmu atau alat alat sekolah yang kau minta pada ibu. kau akan lebuh tersenyum ketika uang uang itu menjadi senyum di wajah mereka. setelah itu kau pasti pulang lalu bercerita pada ibu tentang senyum itu. tentang binar yang benar benar bersinar di wajah mereka juga di wajahmu. Semua itu selalu membuat ibu lega dan haru. Juga pada halaman berikutnya lembar lembar catatan.

Cha, putriku. ibu masih akan selalu melarangmu bertanya banyak hal ketika kita menikmati liburan akhir semester. Kau memilih menghabiskannya ditempat bermain. kita pasti melewati jalan jalan yang penuh orang orang,  gedung gedung bertingkat, juga jejeran mobil mobil mewah mengkilat. kaupun tertegun saat kedua kornea menyusuri bagian demi bagian. lalu pertanyaan itupun selalu dengar :
“ bu gedung gedung ini indah, mobil mobil itu bagus bagus. Namun debu masih tetap berterbangan di udara. Kenapa bu? “
“hingga mereka melukis langit biru di bawah jambatan yang penuh debu. Hanya untuk melihat matahari masihkah sama?”
sekarang pun ibu hanya mampu tersenyum agar berhenti bertanya. karna nanti kau akan dapati sendiri semua jawaban itu. Ibu lebih suka kau diam dan menulis lagi lembar catatan catatan berikutnya

dan sekarang usiamu hampir separuh dari usia ibu, ibu tahu kau sudah melihat sendiri warna hitam putih juga abu abu yang kadang kau temui di liku jalan menuju rumah. Atau separuh waktu yang tanpa jeda tak berhenti menujumu. ratusan lembar catatan yang kau simpan di rak lemari belajar bersama segala kemelut haru, susah senang yang memoles putihnya. selalu ibu buat sampulnya di halaman depan tiap doa. satu hari nanti semoga ibu  bisa menemanimu membuka kembali lembar lembar itu. saat segala bintang berpijar dalam genggaman dan  kau menjadi malam. tempat bintang bulan bercerita terang. pada masa ketika semua mata menatapmu  dengan tatapan bunga yang harum.


Kotamobagu, 30 November 2013

Dian Hartati: Rindu Milik Ibu

Dian Hartati
Rindu Milik Ibu

kubayangkan ibu yang memendam rindu

setelah hari kelahiran
anak-anak hanya menyusu
tak tahu dari mana peluh dicecap
hanya terdengar isak tangis pada pusat malam

kubayangkan ibu yang memendam rindu

merapikan setiap kenangan
meretas kehidupan masa datang

senja demi senja ditinggalkan almanak
tanggal demi tanggal luruh
semua hanya membayang di setiap ingatan
menanti kepastian untuk berjumpa

kubayangkan ibu yang memendam rindu

melepas kepergian anak ke tanah rantau
setiap malam hanya menunggu mimpi
berharap bertemu di lintasan dimensi

selalu kubayangkan wajah ibu
memendam rindu
menguntai doa di setiap malam

duduk di muka pintu
dan berharap seseorang mengetuknya














Dian Hartati : Karamah

Dian Hartati

Karamah 1

budak batu
dihapusnya peluh
ketika matahari membakar
hanya berkawan sunyi

kau tenggelamkan diri
melantunkan nama tuhanmu
sepanjang waktu
tak ada jeda
malam mengantarkan gigil
tak juga tidur
gamang
menanti kabar
siapa majikan berikutnya
“apakah aku mengenalinya?”

barangkali, malaikat berdatangan
setiap malam
menujumkan cahaya ke wajahmu
hingga terbebaskan
pintu pun terbuka

kau
berlari
berlari
berlari
menuju padang
meninggalkan segala bara
menjadi diri sendiri

pilihan batu
perjalanan dimulakan
menjemput cinta
karena kerinduan
begitu bergemuruh
tak terkendali

barat atau timur
selatan bahkan utara kota
kau tak pernah kehilangan arah
begitu tegas melangkah

padang pasir
lenyau angin
jalanan gasal
tak hentikan
gerimit bibirmu
nama tuhan
kau sebut
kau panggil
tak berkesudahan

syair batu
malam menghening
air mata terus mengalir

kau perawan suci,
memilih hidup sendiri
meneguhkan jalan
meninggalkan keindahan

menjauhkan
perkara manusia
mengejar kekasih
hingga genangan di sujudmu
menjadi kolam
jurang antara siang dan malam

“aku resah, takut ditinggalkan

inilah malam
tempat aku bersatu denganmu
menggenapkan semesta
melepaskan segala cinta padamu
bintang-bintang tak hiraukan
aku melesat

menjauhkan mimpi
berdamai denganmu
tuhanku
sungguh
karena engkaulah
aku membakar surga
menjadikan istana mimpi
hanya bualan semata
rengkuh aku
jadi kekasih abadi”

Karamah 2

#1#
di rumah
tiada pelita, bahkan kendi air
kau melupakan hari tanpa makan
puasa katamu
menghapuskan segala salah

kau yang dibalut karunia
segala kesabaran

hitunglah roti itu
dari dua menjadi delapan belas
dari dua puluh menjadi dua
sungguh matematika yang membingungkan
kau hanya tersenyum

inikah yang kau minta pada tuhan
kurasa tidak
sungguh cukup bagimu
menanak batu
membumbuinya dengan doa
harapan
dan rasa takut

#2#
di kamar
kau dan batu bata
berkawan setia

menutup mata
hingga berbuka
kembali

kau dan batu bata
tempat risau paling lena
takut tuhan pergi
dan tangismu berderai lagi

tak ada dirimu
tak ada tuhan
tak ada kesaksian
seluruh indra
merancang resah


#3#
berkisahlah para pendatang
mengantarkan bantuan
rabi’ah katakan apa maumu
pilih apa yang kau mau

kau terdiam
menduga diri
membakar iri

amarah
ah, tak ada rasa
seluruhnya lunas
demi cinta
tuhan
-ku








DEADLINE 10 DESEMBER 2013 IKUTI DOKUMENTASI PUISI PEREMPUAN INDONESIA

DEADLINE 10 DESEMBER 2013
IKUTI DOKUMENTASI PUISI PEREMPUAN INDONESIA
Sumbangsih puisi untuk Indonesia
KABAR GEMBIRA UNTUK PEREMPUAN PENYAIR INDONESIA

MENYAMBUT HARI IBU 22 DESEMBER 2013
HIMPUNAN MASYARAKAT GEMAR MEMBACA (HMGM) INDONESIA
MENYELENGGARAKAN DOKUMENTASI PUISI PEREMPUAN PENYAIR INDONESIA
SELEKSI PUISI UNTUK ANTOLOGI PUISI “IBU INDONESIA”
BERTEMA:
“SAKSI IBU MELIHAT INDONESIA DI ERA REFORMASI”
Sarat Peserta :
Penyair adalah berjenis kelamin perempuan
Kirimkan 2 buah puisi terbaru sesuai tema pada

:agus.warsono@ymail.com

atau inbok langsung ke : grup facebook Sastrawan Indonesia.
berikut biodata singkat dan fotho, dan alamat tempat tinggal.
Puisi diterima akan ditampilkan dalam grup facebook Sastrawan Indonesia
Puisi harus masuk paling lambat 10 Desember 2013
Dewan penyeleksi terdiri dari 2 sastrawan 2 sastrawati terkenal yang akan ditunjuk HMGM Indonesia
100 puisi terbaik lolos seleksi menjadi isi buku antologi Ibu Indonesia
Pengumuman lolos seleksi puisi tanggal 10 Desember 2013 melaluiwww.ayokesekolah.com dan majalahsuluh.blogspot.com
Peserta dengan puisi lolos seleksi akan dikirim 2 buah buku antologi puisi tersebut kealamat peserta fia pos tertanggal 22 Desember 2013.
Buku antidak diperjual-belikan tetapi untuk dokumentasi Penyair Perempuan Indonesia di Perpustakaan HMGM Indonesia yang beralamat di Jl. Alamanda Merah No. 6 Perumahan Citra Dharma Ayu (Sanggar Sastra Meronte Jaring} Indramayu-45211
Peluncuran buku akan dilaksanaan secara sederhana dan ditentukan waktunya kemudian.
Kabar kegiatan ini selanjutnya akan disampaikan secara berkala melalui grup facebook Sastrawan Indonesia.
Peserta tidak dikenakan biaya apa pun (GRATIS)

Wulan Ajeng Fitriani Jujur Tlah Dikubur

Wulan Ajeng Fitriani


Jujur Tlah Dikubur

Ibupun ternganga
Tak menyangka
Hidup seberapakah kita di alam fana?
Mengapa tikus-tikus liar itu masih berdiri tegak disana?
Bagai pembantu yang menilap uang majikannya
Nampak kacang yang lupa kulitnya
Mengendap – endap mengambil jatah rakyat
Menilap rizki umat

Dan ibu masih termangu
Patahnya:
Dulu di era Rezim Soeharto
Kita tentram makmur, sejahtera selalu
Serasa angin di udara yang mengalun merdu
Berseok-seok bersama mentari yang mungil
Di bawah purnama yang rindang

Jauh dari masa ini
Tekanan dari pemerintah yang otoriter
Dan kondisi ekonomi yang krisis
Membuat tikus-tikus berkeliaran dimana-mana
Hukum tak membuat mereka jera
Bahkan tikus semakin merajalelara
Kebohongan dipelihara dan dibangga
Kejujuran sia-sia dikubur masa
Sungguh, ibu turut berduka
Indonesia tak lagi mengenal kita
Indonesiaku yang dulu, dimana?


Putri Akina : TERIAKAN LIRIH

Putri Akina

TERIAKAN LIRIH

Sengit mentari memancar di atas awan
Sepasang mata menyipit
Di tenggah arus kemacetaan jalan
Memantau derasnya keegoisan
Tak ada senyum hangat menyapa
Manusia menggila dengan hidupnya
Tercabik kenyamanan hidup

Berlinag air mata sang ibu
Malu lihat kebusungan dada para buntutnya
Wajah terpasang memelas
Di belakang seringai sinis  mulai Nampak
Menghina tanpa merajuk

Suara lirih menggema
Tak terima dengan apa yang didapatkan
Meminta supaya disanjung

Tap tak tahu apa arti  sanjungan itu..
TakHenti
Waktutakberhentiberdetak